KATAKARTA.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025. Angka ini menunjukkan kenaikan 1,11 persen dibandingkan periode sebelumnya, menandai tren yang cukup mengkhawatirkan pada awal tahun.
Dalam laporan yang dirilis pada 5 Februari 2025, BPS menggarisbawahi bahwa kelompok lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencatat tingkat pengangguran tertinggi, yaitu sebesar 9,5 persen. Lulusan SMA menyusul dengan angka 7,8 persen, sementara lulusan perguruan tinggi tercatat di bawah 6 persen.
Sebagian besar pengangguran berasal dari kelompok usia muda, terutama di rentang 15–24 tahun, dengan konsentrasi tinggi di wilayah perkotaan. Di beberapa provinsi dengan ketergantungan tinggi pada sektor industri padat karya, seperti Jawa Barat dan Banten, angka pengangguran justru melonjak akibat efisiensi dan PHK massal di sektor tekstil dan garmen.
Menurut siaran resmi BPS, peningkatan ini juga dipicu oleh masuknya angkatan kerja baru usai kelulusan tahun ajaran 2024/2025, namun tidak diimbangi dengan pembukaan lapangan kerja baru.
Sementara itu, sektor informal seperti ojek daring, jasa lepas, dan perdagangan kecil mengalami peningkatan jumlah pekerja, meskipun kerap kali tidak disertai dengan perlindungan sosial maupun penghasilan yang stabil.
Pemerintah sendiri sebelumnya mengklaim bahwa program penguatan pelatihan vokasi dan pengembangan UMKM bisa menjadi solusi pengangguran. Namun, sejauh ini implementasinya dinilai belum merata dan belum menjangkau wilayah yang paling terdampak.
BPS mencatat bahwa upaya pemulihan pascapandemi berjalan lambat di sektor-sektor tertentu. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif mulai bangkit, namun belum mampu menyerap tenaga kerja muda secara signifikan.
Bulan depan, BPS dijadwalkan merilis data ketenagakerjaan kuartal pertama 2025. Banyak pihak menunggu apakah tren ini akan berlanjut atau mulai membaik seiring perbaikan iklim usaha dan investasi.